Pages

Wednesday, 23 May 2018

Suku Rejang

Suku Rejang

Latar Belakang

Kebudayaan merupakan salah satu sarana untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, karena kebudayaan merupakan bagian atau aspek langsung melibatkan manusia indonesia dalam menentukan sikap hidup sehari-hari yang dapat mencerminkan identitas bangsa serta memastikan pegangan hidup bangsa untuk tidak mudah dipengaruhi oleh kebudayaan luar yang nilainya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Seperti di daerah lain, di Bengkulu banyak diwarisi budaya, dan nilai budaya itu sendiri ternyata masih merupakan faktor yang dominan dalam kehidupan masyarakat. Adat istiadat dan norma-norma yang terkandung didalamnya merupakan suatu pegangan dan pedoman masyarkat di dalam berinteraksi dengan sesamnya untuk mengayomi kedamaaian hidup sehari-hari.

Unsur-unsur kebudayaan yang mengandung nilai yang luhur dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pendukungnya, karena unsur kebudayaan tersebut mengandung nilai-nilai yang mampu mengendalikan atau mengatur kelangsungan hidup masyarakat dalam suasana yang aman, damai sehingga terbentuknya suatu masyarakat yang harmonis kehidupannya. Dengan nilai-nilai yang luhur itu pula, masyarakat mendapat suatu pegangan yang kuat dan dapat menyeleksi unsur-unsur kebudayaan luar, sehingga unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada akan tersisih dengan sendirinya.

Suku rejang adalah salah satu suku yang mendiami propinsi Bengkulu yang telah diwarisi oleh banyak budaya dan nilai budaya. Dalam artikel ini penulis ingin mengetahui bagimana pola kebudayaan suku Rejang seperti: asal-usulnya, jenis-jenis kebudayaannya, religinya, sistem sosialnya dan beberapa hal lain yang masih bersangkutan dengan budaya suku Rejang tersebut.

Asal-usul Suku Rejang
Pada jaman neolitikum para ahli sejarah telah menemukan bukti tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Von Heine Gelderm telah mengadakan penelitian tentang kapak persegi. Berdasarkan penemuan dan persebaran kapak persegi itu, terletak di hulu-hulu sungai besar Asia Tenggara, dari daerah Yunan, Cina selatan kebudayaan itu tersebar menghilir lembah-lembah sungai tersebut akhirnya sampai berpusat di tonkin. Hingga kemudian menyebar ke semenanjung malaka, Sumatra, Jawa, Bali dan terus ke Timur.

Dengan gambaran seperti ini dengan begitu dapat dikatakan bahwa asal-usul penghuni yang pertama datang ke daerah bengkulu adalah bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia sampai ke Nusantara menemui tanah tinggal yangterpisah-pisah karena alamnya yang terdiri-dari pulau-pulau hutan gunung dan sukar ditembus, sehingga melahirkan suku-suku baru. Diantaranya suku Rejang, sehingga dapat dikatakan suku rejang merupakan keturunan ras bangsa Austronesia yang berasal dari Yunan Cina Selatan.

Suku rejang semula hidup berkelompok-kelompok kecil mengembara di daerah lebong yang luas. Pada masa ini mereka masih berpindah pindah. Barulah pada zaman ajai mereka hidup dan mulai menetap disuatu daerah, terutama di lembah-lembah sekitar sungai ketahuan.

Menurut riwayat, suku bangsa rejang yang sekarang berasal dari Empat Petulai, dan setiap petulai dipimpin oleh seorang Ajai. Perkataaan Ajai berasala dari kata Majai, artinya memimpin suatu kumpulan manusia. sedangkan sebutan Empat Petulai itu baru disebut saat pemerintahan inggris bercokol di Indonesia.

Sistem Kekerabatan
Hubungan kekerabatan Suku Rejang adalah bilateral, Walaupun keturunan mereka cenderung patrilineal. Adat menetapkan sesudah kawin yang dalam bahasa rejang disebut duduk letok (menentukan tempat tinggal) ditentukan berdasarkan asen (mufakat) oleh kedua belah pihak. Asen ini ada beberapa macam. Bentuk kekerabatan lama adalah keluarga luas yang disebut tumbang. Antara satu tumbang dengan tumbang tertentu masih ada hubungan petulai (saudara) dan disebut sebagai kelompok satu ketumbai atau sukau. Beberapa ketumbai atau satu berdiam di sebuah sadei (dusun).

Sistem Sosial
Masyarakat suku rejang mengenal sistem kesatuan sosial yang bersifat teritorial genealogis yang disebut mego atau marga atau bang mego. Kesatuan sosial ini berasal dari kelompok keturunan sutan sriduni, cikal bakal mereka. bang mego asal ada empat, yaitu tubai, bermani, jekalang, dan selupuak. Pada masa sekarang jumlah bang mego sudah bertambah, namun pengaruh yang asli masih kuat, mereka yang disebut tiang empat limo dengan rajo. Pada zaman dahulu merekalah yang menunjuk raja.

Pelapisan masayarakat rejang pada zaman dahulu diantaranya pertama, golongan bangsawan yang terdiri dari raja-raja dan kepala marga. Golongan kedua adalah kepala dusun yang disebut potai, dan yang ketiga disebut golongan tun dawyo atau orang biasa. Golongan yang dihormati adalah para pedito(pemimpin agama) dan labgea (dukun).

Sistem Religi
Sebelum masuknya agama islam di Bengkulu, suku Rejang masih memegang kepercayaan Animesme dan Dinamisme yaitu percaya kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan mistis serta arwah roh nenek moyang. Dalam bukunya Antonie Cabaton menyebutkan bahwa orang Rejang dalam jangka waktu tertentu memberi persembahan berupa beras dan buah-buahan pada gunung Kaba yang dimuliakan oleh suku Rejang.

Memasuki abad ke-16 islam mulai masuk ke Bengkulu dari Banten, terutama dari daerah Selatan, diperkirakan juga Islam masuk dari Aceh dan Minang Kabau sedangkan untuk Daerah Rejang kemungkinan Islam masuk dari Palembang di daerah ini Islam merupakan agama terbesar yaitu melebihi 99%. Selai agama Islam agama Nasrani dan Katolik datang di Bengkulu senagaja disebarkan oleh Zending Katolik.  pada tahun 1916 ada dua padri Katolik Roma, memimpin misi kurang lebih 600 jiwa.
Sampai pertengahan abad ke-19 masi terdapat sisa-sisa kepercayaan lama di daerah pedalaman, tetapi pada akhir abad ke-19 tidak terdapat lagi penganutnya secara sempurna. Masyarakat Rejang telah menganut Islam atau Nasrani, meskipun cara lama masi terbawa juga.

Adat Istiadat dan Peraturan
Pada zaman dahulu pengaturan dalam kerajaan dilakukan oleh para pejabat negara dan puncak pimpinan terletak ditangan seorang raja. Dalam pelaksanaan operasionalnya rajapun dibantu oleh para pembantu seperti; penghulu, kepala kaum, datuk, patih, tuai kutai, depati, pemangku, penggawa, gide dan pemangku muda.

Dasar dari pengaturan ini adalah peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, yang telah ditetapkan berdasarkan pemufakatan para umara dan ulama serta orang-orang tua atau tokoh-tokoh yang terpandang dalam masyarakat. Dalam pemerintahan anjai-anjai kerajaan pat petula, segalah sesuatu mengenai ketertiban dalam pengaturan negara sebagian sudah diatur dalam adat istiadat bangsa Rejang. Menurut adat ini barng siapa yang melanggar adat akan dibunuh. Setelah kedatangan para biku dari Maja pahit dan menjadi raja bangsa pajang; maka suku Rejang di Daerah Bengkulu mendapatkan pelajaran bertanih dan peraturan baru untuk memperbaiki dan penyempurnaan peratiran yang lama. Salah satunya adalah Gawai Bunuh diganti Gawai Bngun, artinya barang siapa yang membuat kesalahan besar seperti membunuh tidak lagi dibunuh tetapi diganti gawai Bangun. Gawai Bngun artinya siapa yang membuat kesalahn besar seperti membunuh tidak lagi dibunuh tetapi diganti dengan membayar berupa emas dan perak kepada ahli famili si mati.

Adat rejang yang masih berlaku hingga sekarang aialah:

Membunuh-membangun artinnya: kalau membunuh orang hukumnnya si pembunuh harus membayar bangun kepada famili yang mati, yaitu berupa emas dan perak.
Salah berhutang, artinya kesalahan terpikul oleh orang yang bersalah itu sendiri.
Gawai Mati atau Gwai Bunuh, seseorang yang melakukan keslahan yang sangat besar atau yang dilarang keras oleh adat, dihukum mati atau dibunuh.
Melukai menepung, artinya memberi emas atau uang kepada oarng yang dilukai.
Selang berpulang, artinya tiap barang yang dipinjam harus dikembalikan.
Suarang berbagai, artinya harta yang diperoleh bersama harus dibagi sama banyak.
Burung puang si jlupang, artinya patah tumbuh hilang berganti; tiap yang hilang harus ada gantinya.
Kalah adat karena janji.
Diberi habis saja, artinya suka sama suka.

Hubungan Antar Golongan
Induk daripada penduduk daerah Bengkulu adalah bangsa Melayu yang kemudian karna letak geografis yang memisahkan sehingga timbulah bangsa-bangsa atau suku, marga dan keluarga, yang hidup dengan adat istiadat masing-masing. Diantara  suku bangsa yang terkenal yaitu suku Rejang, Suku Serawai, Suku Lembak Suku Enggano, dan Suku Melayu Bengkulu. suku Rejang sendiri pastilah pernah mengalami percekcokan, yang disebabkan maslah perbatasan, hasrat untuk mendapatkan kekuasaan dan perbedaan kepentingan, namun sebaliknya hubungan antar golongan banyak banyak pula terjalin disebabkan oleh persamaan kepentingan, cita-cita dan lain sebagainya. Seperti Suku Rejang di pedalaman dan suku Melayu di Pesisir perna terjadi perhubungan kerja sama di bidang keamanan dimana suku Rejang menjaga Musuh yang datang melalui darat dan suku melayu menjaga musuh yang datang melalui laut Hubungan antar golongan di ikatkan pula karena persamaan bentuk tubuh (ras, tipe, warna kulit) dan persamaan umum yang terdapat dalam bahasa.
Sejak tahun 1907 sudah ada suku Sunda yang dipindahkan ke Daerah Kepahiang (Rejang) dan sejak 1911 ke Curup. Pada tahun 1912 didatangkan orang jawa, dengan maksud memperkenalkan cara menggarap sawah dan cara memelihara ikan di perairan tawarmigrasi ini berjalan dengan baik terbukti hingga sekarang kabupaten rejang Lebong sangat berkembang dalam hal pertanian. Hal ini tidak terlepas dari berbaurnya suku pendatang dengan suku rejang sehingga terjadi proses saling belajar satu sama lain.

Kesenian
Kebudayaan di daerah bengkulu, masih termasuk dalam rumpun Melayu Polenesia. Salah satu aspek penjelmaan kebudayaan ini adalah tata adat sekapur sirih. Tata adat tersebut hingga kini masih ada terpelihara di kalngan masyarakat bengkulu terutama suku Rejang. Banyak sekali kesenian yang ada di miliki Suku Rejang ini diantarnya tari tarian.

Tarian sekapur sirih yang hanya ditarikan untuk tamu-tamu kehormatan. Karena dulunya tarian ini hanya tarian  persembahan bagi tamu-tamu kerajaan yang hadir di balai bundar. Selain itu ada tarian kumbang marak bungo. Tarian ini menggambarkan gadis yang banyak penggemarnya. Penarinya semua memakai pakaian adat. Selain itu ada pula tari kejei yang dibawakan oleh muda mudi suku rejang.

Bahasa Rejang
Adalah bahasa yang dituturkan oleh suku rejang bahasa ini digunakan oleh semua oarng rejang di kabupaten Rejang lebong, Kabupaten Kepahyang, dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Bahasa Rejang sendiri terdiri atas 3 dialek, yakni Rejang dialek Curup, dialek Kepahiang, dialek Lebong. Ada beberapa daerah yang termasuk dalam wilayah kabupaten kepahiang  menggunakan Rejang dialek Curup karena letak geografis yang dekat dengan kabupaten Rejang Lebong. Beberapa daerah yeng dekat secara Geografis dengan wilayah Kabupaten Lebongjuga ada yang menggunakan Rejang dialek Curup. Begitu juga sebaliknya.

Perbedaan dialek juga terdapat dalam Intonasi dalam berbicara. Bahasa Rejang dialek Kepahiang terkesan keras dan kasar, dialek rejang curup terkesan halus dan lembut, dan bahasa rejang dialek lebong terkesan lebih halus dan lembut dari rejang dialek curup. Dari warna dialek menggambarkan tempramen dari ketiga macam orang rejang tersebut.

Akasara Kaganga
Dalam perkembangannya selain bahasa Rejang, suku Rejang juga menggunakan Aksara kaganga. Akasara kaganga merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat di Sumatra Selatan. Aksara yang termasuk kelompok ini adalah Akasara Rejang, Lampung, Rencong dan lain-lain. Nama aksara Kaganga ini merujuk pada Ketiga aksara Pertama. Yaitu ka, ga, dan nga. Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of hull (Inggris) dalam buku Folk Literature of South Sumatra. Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra, The Australian National University 1964. Istilah asli yang digunakan oleh masyarakat disebelah selatan adalah Surat ulu.

Aksara batak atau surat batak juga berkerabat dengan kelompok surat Ulu akan tetapi urutannya berebda. Diperkirakan zaman dahulu diseluruh pulau sumatra aceh diujung sampai lampung di selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara kaganga (surat ulu) ini. Tetapi aceh dan minangkabau yang dipergunakan sejak lama adalah huruf kawi.

Perbedaan antara aksara kaganga dengan jawa ialah bahwa kasara surat ulu tidak memiliki pasangan sehingga jauh lebih sederhana daripada aksara jawa. Aksara ulu diperkirakan berkembang dari aksara palawa dan aksara kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan.

Kesimpulan
Suku Rejang adalah suku yang mendiami propinsi Bengkulu dan merupakan suku terbesar disana. Suku rejang tersebar di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong,  Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Menrut penelitian suku rejang temasuk suku tertua di Pulau sumatra yang menuturkan bahasa Rejang sebagai bahasa sehari-harinya. Selain itu Suku rejang adalah suku yang sangat unik karean mempunyai adat istiadatnya sendiri serta mempunyai aksara untuk menulis yaitu aksara Ka-Ga-Nga atau aksara Sulu.